Limbah Tempe
Seputar Limbah Tempe
Tahukah Sobat Pena? Tempe memiliki peran yang besar untuk dapat meningkatkan gizi terutama untuk golongan orang-orang menengah ke bawah dikarenakan harga tempe yang tergolong pas. Industri tempe sebagian besar berasal dari rumah tangga yang dilaksanakan secara konvensional atau tradisional. Hampir di seluruh Indonesia terutama daerah Pulau Jawa Sobat Pena tentunya akan menjumpai pabrik pembuatan tempe. Indonesia terkenal dengan teknologi fermentasi yang dilakukan secara tradisional serta tempe menjadi primadona produk yang menonjol. Nilai gizi dari tempe sendiri mulai dari protein 46,5%; lemak 19,7%; karbohidrat 30,2%; dan serat 7,2%.
Sebagian besar industri tempe berlokasi di sekitar sungai maupun selokan dikarenakan untuk memudahkan proses pembuangan limbah yang nantinya dapat mencemari lingkungan perairan tersebut. Selama proses produksi tempe perlu banyak air yang digunakan untuk perendaman, perebusan, pencucian, dan pengupasan kulit kedelai. Limbah yang berasal dari proses tersebut biasanya berupa limbah cair dan limbah padat/ Limbah pada berasal dari kulit kedelai, kedelai yang rusak, dan kedelai yang mengambang karena massa jenisnya lebih kecil dibanding air. Kemudian limbah cair berupa air bekas rendaman dan air bekas rebusam. Ketika limbah tersebut dibuang langsung akan menimbulkan bau busuk dari gas hidrogen sulfida, amoniak, maupun fosfin yang berasal dari fermentasi.
Akibat proses pembusukan akan menimbulkan bau tidak sedap, terutama musim kemarau dengan debit air yang kurang. Akibatnya ketidakseimbangan lingkungan secara fisik, kimia, maupun biologi dari perairan yang setiap hari menampung limbah dari sisa produksi tempe tentunta pengaruhi kualitas air beserta kehidupan organisme di perairan. Selain itu, pembungan limbah tempe dapat mengakibatkan eutrofikasi yang mengakibatkan blooming population pada alga, phytoplankton, dan eceng gondok, atau tanaman lain yang berada di ekositem perairan.
Komentar
Posting Komentar